Infolinks In Text Ads

Produksi Rumah Sakit 2

Produksi Rumah sakit 2
(PENGEMASAN KEMBALI DAN PEMBERIAN ETIKET)

Instalasi farmasi rumah sakit melaksanakan pengemasan dan atau pengemasan kembali obat sediaan farmasi dan pengemasan unit tunggal/dosis yang merupakan salah satu bentuk produksi obat.
Pengemasan obat adalah salah satu metode ekonomis yang memberikan kenyamanan, identifikasi, penyajian dan perlindungan terhadap suatu sediaan obat sampai dikonsumsi.
Profesi farmasi selalu terlibat dalam pengemasan sediaan obat sampai diserahkan kepada penderita. Fungsi pengemasan, pengemasan kembali, dan pra-pengemasan dilaksanakan dalam IFRS rumah sakit besar dan kecil. Sejak industri farmasi membuat sediaan obat, peranan apoteker rumah sakit berubah dari formulator menjadi pengemas dan atau pengemasan kembali atau pra-pengemasan.
Macam-macam jenis pengemas :
1. jenis pengemasan yang pertama adalah pengemasan sediaan obat yang dimanufaktur rumah sakit dalam wadah tertentu dan atau obat yang sudah selesai diracik untuk diserahkan kepada penderita
2. jenis pengemasan yang kedua adalah pendosisan kemasan sediaan obat dari wadah ruah ke dalam wadah khusus penderita, disebut pengemas kembali atau secara khusus disebut kemasan ”unit penggunaan”, kemasan unit penggunaan dikarakterisasi, misalnya kemasan vial, ampul, botol plastik, yang berisi beberapa dosis obat.
3. jenis kemasan yang ketiga adalah ”unit” atau kemasan unit tunggal yaitu kemasan obat yang berisi satu bentuk sediaan tersendiri, misalnya satu kemasan satu tablet atau satu kapsul, satu kemasan 2 ml volume cairan, satu kemasan dari 2 g salep. Kemasan seperti ini adalah dasar dari pelaksanaan sistem dosis urut.
4. jenis kemasan yang keempat adalah ”unit” atau kemasan unit tunggal atau dosis tunggal. Kemasan dosis unit adalah kemasan yang berisi satu atau lebih kemasan unit tunggal dari obat tertentu yang diminta atau ditulis untuk penderita tertentu.

Fungsi Kemasan
Fungsi utama kemasan adalah seperti tertera di bawah ini:
1. Fungsi pokok dari suatu kemasan obat adalah mewadahi sediaan obat agar tidak membiarkannya menjadi bagian dari lingkungan. Terutama hal ini mensyaratkan suatu kemasan yang tidak bocor dan tetap kedap terhadap pengaruh bahan-bahan formulasi sediaan obat yang cukup kuat menahan isinya selama distribusi fisik.
2. Perlindungan adalah fungsi kemasan yang paling penting. Sediaan obat harus dilindungi terhadap kerusakan fisik, kehilangan kandungan atau bahan ramuan dan terhadap gangguan komponen lingkungan yang tidak dikehendaki, seperti uap air (lembab), oksigen, cairan, kotoran, kontaminasi, dan cahaya matahari.
3. Memberi identitas terhadap isinya secara lengkap dan tepat.
4. Membolehkan isinya dapat digunakan dengan cepat, mudah, dan aman.

Pengemasan Kembali (Ulang)
Pengemasan sediaan obat dari wadah ruah ke dalam wadah khusus penderita disebut pengemasan kembali atau pengemasan ulang atau pengemasan unit penggunaan. Pengemasan kembali biasanya dipertimbangkan apabila sediaan obat dapat dibeli dalam kuantitas ruah (kemasan rumah sakit dengan harga lebih menguntungkan kemudian dikemas kembali) dalam IFRS dengan biaya tenaga kerja lebih murah, dalam kemasan rangkaian terapi (kemasan selama terapi), maupun dalam kemasan dosis unit.
Pra-pengemasan juga termasuk pengemasan kembali, untuk mengantisipasi pelayanan sediaan obat tertentu yang sering dan banyak diminta melalui order atau resep dokter, bertujuan untuk mempercepat dan efisiensi pelayanan. Pengemasan kembali atau pra-pengemasan untuk dispensing atau menguntungkan, jika kondisi berikut dapat dipenuhi:
1. jumlah penderita yang besar datang mengambil obat pada waktu yang sama
2. segolongan obat kecil sering ditulis atau diorder dalam jumlah yang sama
3. jenis kemasan yang digunakan akan memberikan perlindungan dari atmosfer sampai penderita menggunakan obat
4. harus dapat diberi etiket pada kemasan dengan nama dan kekuatan obat
5. dokter penulisan resep terlibat dalam pemilihan kuantitas, isi kemasan, dan menyetujui kuantitas yang dipilih tersebut.

Persyaratan praktis untuk wadah :
1. Sebelum diisi, wadah harus bersih dan kering.
2. Perhatian khusus dan prosedur pembersihan terdokumentasi diperlukan guna memastikan agar partikel asing tidak masuk ke dalam sediaan obat.
3. Wadah dan tutup tidak reaktif atau absorptif.
4. Sistem tutup wadah harus memberikan perlindungan yang memadai terhadap kerusakan atau kontaminasi pada sediaan obat.
5. Wadah sediaan obat dan tutupnya harus bersih dan jika dinyatakan sifat obat, disterilkan, dan diproses untuk menghilangkan sifat pirogenik guna memastikan bahwa wadah dan tutupnya layak untuk penggunaan yang dimaksudkan.
6. Sterilisasi dan proses untuk menghilangkan sifat pirogenik harus terdokumentasi dan diikuti untuk wadah dan tutup sediaan obat.
7. Wadah dapat ditutup kembali sehingga isi yang belum digunakan tidak terkontaminasi atau menimbulkan bahaya pada anak-anak.
8. Apabila isi wadah adalah steril, sterilitas harus dipertahankan sampai sisa isi yang belum digunakan.
9. Wadah harus menyajikan semua informasi tentang sediaan obat dan praktik terapi yang baik.
10. Wadah harus memberikan kemudahan kepada penderita dalam penggunaan sediaan obat.

Faktor Pertimbangan dalam Pengemasan Kembali
Untuk membuat keputusan tentang jenis dan jumlah sediaan yang dikemas kembali atau prakemas dapat dilakukan hanya setelah meneliti secara luas situasi rumah sakit.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangan sebagai berikut:
1. Permintaan terhadap suatu sediaan obat
a. Permintaan sepanjang satu tahun atau sepanjang suatu musim
b. Asal permintaan dari klinik atau ruang perawatan penderita
c. Sediaan obat dapat dibeli dalam kuantitas yang dapat memenuhi permintaan yang telah dikemas dalam unit kecil oleh manufakturnya dengan harga yang lebih rendah daripada biaya biaya yang dikeluarkan rumah sakit untuk pengemasan kembali/pra-kemas sediaan obat yang sama dalam wadah yang serupa
2. Ukuran unit yang dikemas dan jumlah produk kemasan dari tiap ukuran
3. Jenis wadah dan tutup yang harus digunakan untuk mempertahankan keutuhan terapi
4. Etiket khusus yang diperlukan
5. Cara pengemasan sediaan obat dengan mesin atau cara manual
6. Stabilitas dan tanggal kadaluarsa sediaan obat
7. Harga unit dari pengemasan kembali dan pihak yang membiayai pengemasan kembali itu

Jenis Pengemasan Kembali Berdasarkan Jangka Waktu Penggunaan
Jenis pengemasan kembali berdasarkan jangka waktu penggunaan sediaan obat mencakup pengemasan kembali ekstemporer (tanpa persiapan) dan pengemasaan kembali dalam bets.
1. Pengemasan Kembali Ekstemporer
Adalah pengemasan sediaan obat yang dibutuhkan sebelum ada resep atau order. Pengemasan kembali ekstemporer disebut juga pengemasan kembali tanpa persiapan atau pengemasan segar, adalah proses pengemasan kembali harian sediaan obat yang digunakan selama priode waktu yang pendek. Pada umumnya jumlah dosis yang dikemas kembali merupakan jumlah dosis yang akan dikonsumsi dari tanggal kadaluarsa dari sediaan obat yang dikemas kembali tersebut.
2. Pengemasan Kembali Bets
Adalah pengemasan kembali suatu bentuk sediaan obat tertentu dari wadah ruah ke dalam wadah khusus penderita oleh personil yang ditugaskan dalam kuantitas yang cukup sampai akhir dari suatu waktu yang ditetapkan terlebih dahulu.
Pengemasan kembali dilakukan untuk sediaan obat yang stabil selama periode waktu yang lama di dalam bahan pengemas yang merupakan sediaan obat yang sering dibutuhkan oleh dokter di rumah sakit.

Pengemasan Kembali Berdasarkan Jumlah Dosis Per Kemasan
Jenis pengemasan kembali berdasarkan jumlah dosis per kemasan mencakup kemasan dosis unit dan selama terpakai.
1. Kemasan Dosis Unit
Adalah kemasan berisi dosis tertentu dari suatu bentuk yang diorder, yang siap digunakan atau dikonsumsi untuk seorang penderita tertentu, melalui rute pada waktu pemberian yang tertulis dan untuk kebanyakan sediaan obat disuplai tidak lebih dari 24 jam. Kemasan dosis unit merupakan kemasan sediaan obat dalam sistem distribusi obat dosis unit bagi penderita rawat tinggal di rumah sakit.
Keuntungan umum dari sistem ini adalah sediaan obat selalu dapat diidentifikasi, kesalahan obat akan berkurang, kontaminasi yang disebabkan penanganan ditiadakan, waktu penyimpanan obat oleh perawat ditiadakan dan penyediaan obat dapat terkendali secara teliti.
2. Kemasan Selama Terapi
Adalah kemasan yang mengandung sejumlah sediaan obat sejenis untuk penggunaan selama satu periode waktu yang ditetapkan dokter atau staf medik oleh PFT. Pengemasan selama terapi pada umumnya untuk penderita ambolatori.

Informasi pada etiket kemasan kembali
1. nama obat generik dan kekuatan obat (pencantuman nama dagang jika ada dapat disertakan)
2. nama rumah sakit yang melakukan pengemasan kembali
3. nama industri farmasi produsen sediaan obat yang dikemas kembali
4. jumlah isi atau kandungan sediaan obat dan kemasan
5. karakteristik khusus dari bentuk sediaan (misal lepas lambat)
6. rute pemberian jika di luar pemberian oral (misal pemakaian pada kulit)
7. rute injeksi harus tertera pada kemasan luar dan kemasan dalam
8. kekuatan harus dinyatakan sesuai dengan terminologi dalam Farmakope Indonesia, yaitu sistem metrik
9. isi total dan dosis total kemasan harus dinyatakan pada etiket
10. catatan khusus seperti kondisi penyimpanan (misal lemari pendingin), penyiapan (misal kocok dahulu atau rekonstitusi dulu), dan pemberian (misal jangan kunyah)
11. tanggal kadaluarsa harus secara mencolok terlihat pada kemasan.
12. kode identifikasi sediaan
13. nomor bets pada wadah
Pengoperasian Pengemasan Awal
Di rumah sakit pengemasan dalam jumlah kecil tidak memerlukan pegawai, area, dan peralatan khusus. Pengemasan dapat dilakukan oleh staf apoteker dengan pembantu paruh waktu. Alat yang diperlukan adalah alat penghitung tablet secara manual atau timbangan yang cukup sensitif. Sedangkan untuk jumlah besar dimungkinkan adanya unit khusus yang terpisah dengan tenaga kerja di bawah pengawasan seorang farmasis dan pengemasan dilakukan dengan bantuan mesin pengisi ototmatis untuk sediaan cair, alat penghitung otomatis untuk tablet dan kapsul, serta mesin penandaan otomatis.
Apalagi jumlah bahan yang akan dikemas terlalu banyak untuk pelaksanaan manual tetapi terlalu kecil untuk pelaksanaan otomatis, maka digunakanlah alat semi otomatis seperti alat penghitung tablet dan kapsul elektronik dan otomatis, mesin penutup dan pengisi otomatis, mesin pemipet dan perlengkapan untuk memberi tanda semi otomatis.
Menurut ASHP (Association Society Hospital Pharmacy), kemasan unit tunggal dan unit dosis harus memenuhi empat fungsi dasar, yaitu:
1. melindungi isinya dari efek yang merusak peralatan
2. melindungi isinya dari kerusakan hasil dari penanganan
3. tidak mempengaruhi identifikasi dari produknya sendiri
4. memungkinkan isinya dapat digunakan secara tepat, mudah, dan teliti.
USP menyatakan bahwa CPOB disusun untuk mengontrol alat-alat yang akan digunakan untuk proses pembuatan, pengemasan, dan penyimpanan obat, sehingga obat-obat yang dibuat dapat diidentifikasi kekuatannya, kualitas, dan kemurniannya. USP mencantumkan faktor-faktor yang telah ditetapkan oleh CPOB, yaitu:
1. organisasi
2. fasilitas
3. peralatan
4. pengendalian komponen dan wadah serta tutup obat
5. pengawasan pengemasan dan pemberian label
6. pengawasan produksi dan proses
7. penyimpanan dan distribusi
8. pengawasan laboratorium
9. laporan dan dokumentasi

Peralatan Pengemasan Kembali
Peralatan yang dipergunakan dalam proses pengemasan kembali harus dirancang dengan tepat, ukurannya cukup, lokasinya memudahkan jalannya proses pengemasan, dan mempermudah proses pembersihan dan perawatannya.
Peralatan yang otomatis, mekanik, atau elektronik atau peralatan lain termasuk komputer atau sistem yang berhubungan dengan proses penyiapan obat harus rutin dikalibrasi, diperiksa dan dicek berdasarkan program tertulis yang dibuat dan dirancang untuk menjamin penampilan atau hasil yang baik.
Farmasis yang bertanggung jawb dalam pemilihan peralatan pengemas bahan harus mengerti prinsip CPOB yang digunakan untuk menjamin ketepatan pemakaian peralatan. Peralatan harus dapat diandalkan, aman, terbukti baik untuk pengemasan, dapat dibersihkan atau disterilkan atau disanitasi agar terhindar dari kontaminasi silang, dapat dikalibrasi dalam pemakaian dan cocok dengan produk yang akan dikemas kembali. Sebagai tambahan, pemilihan larutan pembersih dan desinfektan juga harus diperhatikan dalam pemilihan alat.


Pengemasan Obat Sediaan Tunggal
Kemasan tunggal adalah salah satu kemasan dalam sediaan farmasi seperti tablet, kapsul, atau kemasan 2 ml volume cairan. Pertimbangan umum:
1. Bahan kemasan dapat melindungi sediaan obat dan ditentukan serta disediakan oleh perusahaan farmasi yang disesuaikan dengan alat dan perlengkapan yang ada.
2. Bentuk dan ukuran harus dapat diterima dengan mudah oleh pasien agar mudah membuka dan menggunakannya.
3. Label
• Nama generik dan nama paten
Nama generik obat merupakan bagian yang paling menonjol dari label kemasan. Nama pabrik atau distributor harus ada ada kemasan. Nama generik dari suatu produk dianggap perlu tetapi tidak demikian halnya dengan nama paten.
• Bentuk sediaan
Karakteristik khusus dari bentuk sediaan harus disebutkan dalam label, contohnya sediaan lepas lambat. Untuk rute pemberian selain oral, label pada kemasan harus mencantumkan rute yang digunakan, contoh untuk topikal. Dalam kemasan injeksi rute pemberian injeksi harus dinyatakan pada bagian luar dan dalam kemasan, contoh: tercantum pada unit syringe atau karton (jika ada).
• Kekuatan
Kandungan harus dinyatakan sesuai dengan pengertian dalam AHFS (American Hospital Formulary Service). Sistem metrik harus digunakan yang mana untuk suatu formula sediaan, USP telah menyediakan tabel untuk perkiraan pembulatan yang ekuivalen dan dinyatakan dengan jumlah yang paling kecil, mikro gram digunakan sampai batas 999, kemudian gram. Maka bahan dinyatakan sejumlah 300 mg bukan 325 mg, bukan pula 0,3 g; sedangkan 400 mikrogram, bukan 1/150 g, bukan pula 0,4 mg atau 0,0004 g dan untuk volume dinyatakan dalam ml, bukan cc.
• Kandungan dosis dan kandungan total obat
Kandungan total dan kandungan dosis pada kemasan harus disebutkan. Maka kemasan unit dosis yang mengandung dosis 600 mg, yang terdiri dari 2 tablet 300 mg harus diberi label 600 mg (sama dengan tablet 300 mg). Sama halnya dengan dosis 500 mg dengan bentuk sediaan cair 100 mg/ml, harus diberikan label: berikan sejumlah 500 mg (sama dengan 500 ml dari sediaan 100 mg/ml).
• Catatan khusus
Catatan khusus seperti kondisi penyimpanan (dalam lemari pendingin, dan lain-lain), cara penyiapan (dikocok dahulu, dibasahkan, dan lain-lain), dan cara pakai (seperti: jangan dikunyah) dan sebagainya yang tidak begitu jelas bila dilihat dari desain bentuk sediaan, harus tercantum pada label.
• Tanggal kadaluarsa
Sama bila produk tersebut dikemas kembali. Tanggal kadaluarsa harus terlihat dalam kemasan namun pada beberapa rumah sakit jarang digunakan penempelan tanggal kadaluarsa karena menganggap bahwa obat di rumah sakit cepat dikonsumsi dalam persediaannya, serta untuk memperoleh informasi dipermudah oleh adanya informasi dari catatan kontrol.
• Nomor Lot (nomor kontrol)
Nomor kontrol harus ada pada kemasan. Nomor ini umumnya dari tanggal pengemasan dilakukan, dengan sejumlah nomor atau huruf tambahan yang amenggambarkan urutan pengemasan sediaan pada hari itu. Nomor kontrol hendaknya sesederhana mungkin untuk mengurangi kesalahan mengartikan nomor. Contoh: Nomor Lot: A123091 yang berarti produk pertama yang dikemas pada tanggal 20 Desember 1991.
• Kode identifikasi produk
Kode identifikasi produk dianjurkan tercantum langsung pada bentuk sediaan.
4. Jumlah minimum produksi sediaan tunggal ada dalkam semua ukuran, di mana pertimbangannya berdasarkan kebutuhannya.
5. Tiap kemasan harus didesain bahannya tidak akan keluar sebelum dibuka.
Pertimbangan Khusus
1. Sediaan Padat Oral
a. kemasan blister
- mempunyai latar yang tidak tembus cahaya dan tidak memantulkan cahaya (permukaan atas dasar) untuk dicetak
b. kemasan kantong
2. Sediaan Cair
3. Sediaan Injeksi
4. Larutan IV admixture
5. Sediaan untuk Pengobatan Saluran Cerna
6. Sediaan Topikal
7. Bentuk Sediaan Lain

DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Charles J. P. Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan. Jakarta: EGC. 2003.
Departemen Kesehatan. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta, Indonesia: DirJen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2004.

Produksi Rumah Sakit 1

Produksi Rumah Sakit
Menurut Departemen Kesehatan (2004), produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Seksi produksi adalah seluruh rangkaian kegiatan dalam menghasilkan suatu obat yang meliputi pembuatan obat mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai obat jadi siap didistribusikan.

Produksi sendiri dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), bila produk obat/sediaan farmasi tersebut tidak diperdagangkan secara komersial atau jika diproduksi sendiri akan lebih menguntungkan. Produksi obat sediaan farmasi yang dilakukan merupakan produksi lokal untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Dalam proses produksi tersebut dilakukan berbagai tahap mencakup desain dan pengembangan produk, pengadaan, perencanan dan pengembangan proses, produksi, pengujian akhir, pengemasan, penyimpanan, sampai dengan penghantaran produk tersebut pada penderita/profesional kesehatan. Oleh karena itu, IFRS perlu menerapkan standar sistem mutu ISO 9001 dan dilengkapi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Dalam rangka memutuskan tepat tidaknya produksi lokal di rumah sakit, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan adalah rancangan kapasitas dan sumber produksi, seleksi produksi, persediaan produksi serta pengontrolan kualitas dan harga produk.

Kriteria obat yang diproduksi:
1. sediaan farmasi dengan formula khusus
2. sediaan farmasi dengan harga murah
3. sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
4. sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
5. sediaan farmasi untuk penelitian
6. sediaan nutrisi parenteral
7. rekonstruksi sediaan obat kanker

Tujuan perencanan produksi obat adalah merencanakan produksi obat yang sesuai dan kebutuhan rumah sakit. Dalam proses produksi untuk menghasilkan anggaran yang tepat selama produksi maka farmasis akan menentukan inventaris dan pemakaian anggaran yang diperlukan untuk produk akhir dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Persediaan dan tingkat pemakaian produk jadi.
Mengenai tingkat pemakaian setiap jenis barang yang akan diproduksi. Hal ini dilakukan dengan meninjau kembali catatan dari satu atau dua tahun sebelumnya dan membandingkan catatan ini dengan pola resep yang ditulis oleh dokter.
2. Persyaratan bahan.
Seorang farmasis di rumah sakit harus menentukan produk yang akan dibuat dengan memperhitungkan jumlah dan banyaknya produksi yang akan dibuat serta menyusun cara terbaik dan termudah dalam mendapatkan persediaan. Persediaan ini meliputi : Bahan baku, Wadah, Etiket dan bahan lainnya seperti kertas saring, kotak dan etiket khusus.
3. Kepastian produksi.
Dalam kapasitas produksi ini farmasis harus mempertimbangkan dua hal yaitu apakah farmasis mempunyai perlengkapan untuk pembuatan produk dan apakah mesin atau perlengkapan tersebut sanggup untuk memproduksi dalam jumlah yang diinginkan. Waktu merupakan faktor yang berharga dalam proses produksi, maka farmasis harus menggunakan kapasitas maksimum dari peralatannya, pemilihan perlengkapan harusnya dibuat sebagai dasar untuk mendapatkan peralatan yang mempunyai banyak fungsi dan mencegah kerugian akibat penumpukan peralatan mahal yang nantinya tidak akan digunakan.
4. Peralatan produksi dan sumber-sumbernya.
Macam dan ukuran dari perlengkapan produksi yang disyaratkan dalam farmasi rumah sakit berbeda tiap rumah sakit. Penentuan peralatan berdasarkan jangkauan program produksi, jumlah yang akan diproduksi, lainnya waktu yang hendak disyaratkan ke pemakai produk, tersedianya personil dan tersedianya fasilitas fisik.
5. Tenaga produksi
Tenaga produksi yang terlalu banyak akan mengakibatkan pemborosan anggaran, akibatnya harga produksi akan menjadi mahal. Bagian produksi harus diawasi oleh farmasis yang didukung oleh tambahan personil yang terlatih untuk mengadakan pekerjaan non teknis seperti memasukkan cairan ke dalam botol, menyaring, memberi etiket, dan lain-lain.
6. Biaya operasi
Biaya operasi yang dikontrol dengan baik tentu akan menghasilkan suatu hasil yang menguntungkan pemakaian biaya operasi yang tepat biasnya digunakan biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung ditujukan pada tenaga kerja sedangkan biaya tidak langsung ditujukan pada biaya personil dalam kedudukannya sebagai pengawas, tempat sewa, asuransi dan penurunan nilai peralatan, pemeliharaan anggaran rumah tangga dan lain-lain. Biaya tidak langsung seharusnya dibandingkan dengan biaya langsung untuk memastikan biaya sebenarnya dari produk.
1. Perencanaan produksi, mulai dari seleksi produk, pengemasan bahan baku dan kemasan serta pengembangan formula. Dalam perencanaan ini perlu dipertimbangkan seleksi produk yang mungkin untuk dimanufaktur, didasarkan pada permintaan rumah sakit terhadap ketersediaannya, menetapkan kemungkinan pelaksanaannya secara ekonomi dan berdasarkan penilaian dasar.
2. Perencanaan gedung dan fasilitas produksi, peralatan dan personel yang memenuhi syarat.
3. Mengadakan pelatihan personel secara teratur, inspeksi dan evaluasi kerja.
4. Mengadakan dokumentasi proses produksi.
5. Menjamin mutu produk akhir.
Dalam proses produksi, dasar perencanaan produksi adalah formulir permintaan yang dikirim ke instalasi produksi di mana mekanisme pengadaan, penyimpanan dan penyaluran bahan baku dan bahan jadi adalah :
a. Untuk pengadaan bahan baku dan pengemasan yang digunakan dalam proses produksi diperoleh dari sub instalasi perbekalan setiap bulan sekali.
b. Untuk penyimpanan obat jadi dan bahan baku yang akan digunakan, masing-masing ditempatkan dalam lemari terpisah.
c. Obat jadi didistribusikan ke sub instalasi perbekalan untuk kemudian ke ruang atau depo farmasi. Untuk produk yang dipesan oleh pihak lain selain di rumah sakit diambil sendiri.
Kegiatan produksi yang dilakukan oleh sub instalasi produksi farmasi ada dua, yaitu:
1. Produk Obat Steril
Pembuatan produk steril terbagi menjadi :
1. Produksi steril adalah proses mencampur atau meracik bahan obat steril dan dilakukan di dalam ruang steril.
2. Aseptic dispensing adalah teknik aseptic yang dapat menjamin ketepatan sediaan steril yang dibuat dan bebas kontaminasi.
Kegiatan produksi steril yang akan dilakukan sub instalasi produksi farmasi:
Total Parenteral Nutrition (TPN)
Total parenteral nutrition adalah membuat atau mencampur bahan nutrisi yang berisi asam amino, karbohidrat dan lipid yang steril dengan kadar yang sesuai kebutuhan masing-masing pasien, sehingga dihasilkan sediaan yang steril. Ruang untuk TPN bertekanan positif dari pada di luar karena obat ini tidak berbahaya hanya saja dalam pembuatannya harus steril.
IV admixture atau pencampuran obat-obat suntik
Proses pencampuran obat steril ke dalam larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan untuk penggunaan Intra Vena (I.V)
Ruang lingkup dari IV admixture :
1. Pelarutan serbuk steril.
2. Menyiapkan suntikan IV sederhana (tunggal)
3. Menyiapkan suntikan IV kompleks
Keuntungan IV admixture:
1. Terjaminnya sterillitas produk
2. Terkontrolnya kompatibilitas obat
3. Terjaminnya kondisi penyimpanan yang optimum sebelum dan sesudah pengoplosan.
Obat Sitostatika

Obat sitostatika adalah obat yang digunakan dalam pengobatan kanker (antineoplastik). Peracikan obat kanker atau sitostatika adalah kegiatan rekonstitusi (pencampuran) obat–obat sitostatik dan menyiapkan agar siap digunakan dengan mempertimbangkan dasar–dasar keamanan bagi pekerja dan lingkungan serta prinsip dasar pencampuran obat steril.
Sub instalasi produksi farmasi melayani permintaan penyiapan obat sitostatika dengan sumber obat yang berasal dari:
a. Farmasi atau apotek Korpri untuk pasien umum
b. Apotek askes untuk pasien askes
c. YKI (Yayasan Kanker Indonesia) untuk pasien tidak mampu
Obat tersebut diberikan pada bagian produksi obat steril maksimal sehari sebelum dilakukan kemoterapi. Sebelum obat dibuat harus dilakukan pengecekan apakah pasien jadi dikempoterapi pada waktu yang telah ditentukan atau tidak. Jika tidak maka obat tidak boleh disiapkan, karena obat harus diberikan segera setelah direkonstitusi mengingat ketidakstabilan obat dan jika terlalu lama disimpan maka obat menjadi rusak.
Dalam formulir permintaan obat sitostatika tercantum data pasien meliputi nama, nomor medical record, ruangan, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, umur, luas permukaan tubuh, diagnosis, nama dokter, dan paraf dokter, dan data permintaan obat yang meliputi nama obat, dosis, cara pemberian, volume, jumlah (ampul/vial), pelarut, volume pelarut, volume akhir, expire date, dan alat kesehatan yang digunakan.
Rekonstitusi obat sitostatika dilakukan secara aseptik di ruang steril di dalam laminar air flow. Dalam CPOB, ruang yang digunakan untuk kegiatan steril disebut ruang kelas II, tidak boleh mengandung lebih dari 350.000 partikel berukuran 0,5 mikron atau lebih. Dua ribu partikel berukuran 5 mikron atau lebih, serta tidak lebih dari 100 mikroba setiap meter kubik udara. Tekanan udara di ruangan ini makin ke dalam atau makin mendekati laminar air flow harus makin negatif. Hal ini untuk mencegah keluarnya obat yang direkonstitusi dan agar tidak mengkontaminasi personil yang mengerjakannya. Personil yang mengerjakan harus memakai pakaian steril model khusus, penutup kepala, masker, kacamata, sarung tangan, dan penutup kaki.
2. Produk Obat Non Steril
Sub instalasi produksi farmasi membuat perencanaan produksi obat-obat yang dibutuhkan selama satu bulan dan mencatat realisasi kerjanya, perencanaan produksi dibuat untuk bulan berikutnya berdasarkan permintaan barang dari sub instalasi apotek pegawai distribusi farmasi dan persediaan minimum produksi, selanjutnya dilaksanakan dalam kegiatan harian. Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu pembuatan, pengenceran, dan pengemasan kembali.
a. Pembuatan
Sub instalasi produksi farmasi memproduksi obat non steril berdasarkan master formula. Produksi obat dilakukan dengan mengisi formulir pembuatan obat. Tahapan pembuatan obat dilakukan berdasarkan urutan seperti contoh yang terdapat pada formulir pembuatan obat dan pada setiap tahap pembuatan harus diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Formulir pembuatan obat dibuat berdasarkan per item obat. Pengemasan dan pemberian etiket dilakukan setelah produksi obat atau pengenceran antiseptik selesai dibuat dan diperiksa kembali. Setelah selesai pengemasan, maka penyelia harus mengisi lembaran atau formulir pengemasan yang berisi tanggal produksi, nama obat, nomor produksi, volume dan kemasan, kemudian diparaf. Selanjutnya formulir pembuatan obat, formulir pengemasan dan etiket diparaf atau diberi cap oleh penanggung jawab sebagai tanda bahwa obat sudah diperiksa dan dapat didistribusikan.
b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan berdasarkan urutan seperti yang terdapat pada formulir obat dan pada setiap tahap harus diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Pengenceran misalnya pembuatan alkohol 70% dari alkohol 95%.
c. Pengemasan kembali
Pengemasan kembali misalnya Betadine dan Rivanol dari kemasan besar menjadi kemasan yang lebih kecil.
Penyimpanan hasil produksi dipisahkan antara obat dalam dan obat luar yang masing-masing disusun secara alfabet. Obat yang lebih dulu dikeluarkan adalah obat yang lebih dulu diproduksi dengan mempertimbangkan waktu kadaluarsanya. Setiap pengeluaran obat dicatat dalam kartu sediaan.
Instalasi produksi farmasi melayani kebutuhan barang dari sub instalasi distribusi, apotek pegawai dan apotek korpri. Pengiriman barang dilakukan setiap minggu. Sub instalasi produksi farmasi juga melayani permintaan untuk pembuatan formula khusus yang berasal dari resep dokter dan tidak ada dalam rencana produksi.
Laporan-laporan yang dibuat adalah laporan pemasukan dan pengeluaran bahan baku yang dibuat setiap bulan; laporan pembuatan dan pengeluaran produk jadi non steril, serta laporan pelayanan sitostatika. Obta-obat yang diproduksi di instalasi produksi farmasi adalah obat-obat yang lebih murah jika diproduksi sendiri dan obat yang tidak terdapat di pasaran atau merupakan formula khusus.

Pertimbangan Teknis Umum
Meskipun banyak alasan untuk melakukan produksi lokal, tapi studi feasibilitas (kelayakan) tetap dibutuhkan sebelum produksi dimulai. Hal ini tergantung pada pengadaan dan kualitas sumber bahan. Perusahaan farmasi biasa menjalankan produksi yang sangat sederhana atau dapat pula membuat produk yang berbeda tingkat kompleksitasnya, studi feasibilitas ini harus memperhatikan:
1. Personil
Personil bagian produksi adalah sumber terkontaminasi dan error yang terjadi pelatihan kepada mereka harus secara regular, dan evaluasi dan inspeksi dilakukakan secara periodik.
2. Gedung dan bangunan fisik.
Dasar dari produksi adalah lokasi, desain, konstruksi, adaptasi, dan pemeliharaan. Gedung bisa saja sederhana, tapi dengan ukuran yang cukup untuk melakukan semua kegiatan. Penyusunan area harus bebas debu, dengan menggunakan AC, jendela harus terkena sinar matahari dan terjaga keamanannya.
Jumlah gedung, ruang dan ukuran ruang tergantung pada beberapa faktor :
a. Jenis umum produksi Farmasi yang dilaksanakan (Steril/non steril)
b. Jumlah bentuk produk Farmasi (eksternal dan internal liquid, serbuk, salep, tetes mata, parenteral, dll)
c. Jumlah atau kuantitas dari tiap produk sediaan.
d. Volume dari repacking dan COT packaging
e. Tingkat penyediaan servis (pusat pelatihan, pusat distribusi, rumah sakit sederhana).
Ruang-ruang terpisah (pada beberapa hal mempunyai cirri khusus) dibutuhkan untuk :
a. Kegiatan administrasi.
b. Ruang untuk mencuci botol - botol
c. Produksi non steril
d. Ruang steril
e. Sterilisasi dan penyaringan air
f. Pelabelan dan internal QC
g. Gudang
h. Ruang penerimaan
i. Ruang istirahat
j. Kafetaria/dapur kecil.
k. Ruang pemeliharaan
l. Garasi
m. Ruang kelas (disatukan dengan ruang istirahat)
n. Rumah untuk staf
o. Laboratorium.
3. Sumber air
Pengadaan air yang cukup adalah hal yang sangat fundamental. Tetapi terkadang, produksi farmasi di beberapa daerah berkembang tidak mempunyai pelayanan persediaan air, dan jika ada air harus diteliti dulu sebelum digunakan, jika persediaan air kurang harus ada alternatif lain sumber air sebelum produksi dimulai.
Sumber-sumber air yang dapat digunakan antara lain :
- Air hujan
- Air permukaan (danau/sungai)
- Air bawah tanah (sumber/mata air)
- Penyaringan air dengan sinar matahari.
Hal ini tergantung pada sumber air, cuaca, kontaminasi dan jumlah yang dibutuhkan. Air dari berbagai sumber tersebut di atas perlu diuji laboratorium untuk memonitor kemurniannya.
4. Peralatan.
Lokasi dan desain dari peralatan harus meminimalisir resiko error dan efektif pada pembersihan dan perawatannya. Berat dan ukuran peralatan harus dikalibrasi secara teratur.
5. Dokumentasi.
Setiap produksi harus punya literatur teknis, yang terdiri dari Formularium Nasional yang resmi dan Farmakope. Sumber dari formula harus menggunakan referensi dari literatur sains dan tercatat pada bagian produksi dan kontrol buku kerja, kalkulasi ukuran batch dan intruksi harus jelas sebelum memproduksi produk baru.
- Mempersiapkan salinan pesanan asli dari dokter berisi nama pasien, no ruangan, cairan intravena yang diinginkan, bahan tambahan, waktu mulai, lama terapi dan kecepatan alir.
- Memeriksa stabilitas, interaksi obat, dosis lazim, kontabilitas bahan, duplikasi obat, alergi, lama terapi dan membandingkannya dengan aturan automatic stop order dan terapi lain yang diterima pasien. Resep pesanan tersebut dimasukkan dalam profil pasien.
- Penyimpanan label dan lembar kerja, lalu di cek kembali sesuai pesanan.
- Mempersiapkan produk parenteral (oleh farmasis atau asisten apoteker berpengalaman tergantung aturan yang berlaku)
- Produk dipersiapkan, di cek kembali labelnya dengan pesanan aslinya. Dosis, bahan, label pembantu, kompatibilitas, rute, kecepatan, kehadiran bahan partikulat, perubahan warna integritas wadah periksa. Umumnya setiap dosis intravena diberikan sesuai urutan pesanan.
- Pada pengiriman produk intravena ke unit pasien, larutan sekali lagi di cek oleh orang yang akan memberi obat.
- Jika tidak langsung digunakan, racikan intravena harus dimasukan ke dalam lemari pendingin sampai akan digunakan. Jika tidak digunakan selama 24 jam harus dikembalikan ke bagian farmasis untuk didistribusikan kembali atau dibuang.
- Sebelum pemberian pada pasien, perawat harus memeriksa kebenaran nama pasien, nama obat, konsentrasi larutan, tanggal kadaluarsa dan waktu mulainya.

1. Sediaan Intravena
Tanggung jawab terhadap sistem peracikan intravena ada di tangan farmasis karena faktor :
a. Kontaminasi, farmasis memperhatikan kebersihan dengan aliran udara laminar vertikal atau horizontal untuk peracikan intravena.
b. Kompatibilitas, farmasis dapat mengontrol larutan intravena yang digunakan dan obat yang dikombinasikan dalam larutan. Farmasis harus disiapkan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan ketidaksempurnaan kimia, fisik, terapeutik dan merancang alternatif yang cocok untuk mengatasinya.
c. Stabilitas, informasi stabilitas obat harus diperoleh dengan mudah agar farmasis dapat memantapkan kondisi optimum penyiapan sesudah pembuatan.
d. Biaya, keuntungan bila sistem ini dilakukan adalah berkurangnya biaya keseluruhan karena obat dan pelarut, penyimpanan, waktu pembuatan, sediaan yang tidak terpakai dan terbuang lebih sedikit. Obat dibuat dalam jumlah besar sehingga mengurangi tenaga dan waktu serta lebih ekonomis.
e. Kesalahan, farmasis dididik untuk mengakumulasi pengobatan dalam menentukan dosis terapi parenteral terutama pada peracikan nutrisi dan ke terapi.
f. Kualitas, peracikan harus memperhatikan mutu di mana larutan diperiksa selama dan sesudah pembuatan. Kompatibilitas dan sterilisasi, pelabelan merupakan sistem farmasi yang khas.
g. Keamanan, direktur pelayanan farmasi bertanggung jawab atas pembuatan, sterilitas, pelabelan larutan dan obat parenteral yang diproduksi di rumah sakit.
h. Proses memeriksa pesanan atau resep awal (menentukan apabila dosis, diluen, kecepatan pemberian sudah benar). Farmasis dilatih untuk membaca label tiga kali untuk memastikan pesanan dan resep yang dibuat adalah benar.
i. Pelayanan kefarmasian total, tetapi intravena digunakan sebagian atau selama waktu inapnya. Untuk memonitor pengobatan, perlu dibuat penyimpanan data terpusat sehingga dapat ditinjau.
Komponen dalam peracikan intravena :
1. Ruang penyimpanan
Idealnya, produk parenteral harus disiapkan dalam clean room. Beberapa rekomendasi untuk ruang penyimpanan produk parenteral antara lain:
a. Lantai mudah dibersihkan.
b. Fasilitas untuk cuci tangan.
c. Hood Laminar Air flow.
d. Lemari pendingin.
e. Penerangan yang baik.
f. Ruangan yang memadai.
g. Peralatan untuk penyiapan.


2. Aturan dan prosedur
Prosedur harus tercantum dalam prosedur manual bagian farmasi tentang preparasi, perbekalan, pelabelan, penyimpanan, tanggal kadaluarsa untuk menetapkan pengawasan mutu.
a. Stabilitas, tanggal kadaluarsa ditentukan melalui uji stabilitas oleh pabrik farmasi. Farmasis peneliti atau peneliti mandiri juga dapat melakukan uji ini bagi obat yang ditambahkan ke dalam larutan intravena atau dicampur obat lain. Stabilitas bahan aktif produk parenteral dipengaruhi oleh wadah, penyimpanan, kondisi lingkungan, pelarut, bahan lain yang dicampur ke dalam produk. Tanggal kadaluarsa harus didasarkan pada data sterilitas dan stabilitas.
b. Inkompatibilitas obat dan produk, dikategorikan secara fisik, kimia dan terapi. Masalah fisik terjadi jika dua atau lebih produk dicampur bersama menghasilkan perubahan tampak dalam larutan yang dihasilkan. Masalah kimia mengakibatkan kerusakan atau ketidakaktifan bahan aktif. Masalah terapi berupa terapi interaksi obat dengan penyalut yang menurunkan potensi obat atau timbulnya toksisitas obat.
c. Teknik aseptik, metode untuk menangani produk steril. Produk parenteral steril terbebas dari mikroorganisme hidup, bahan partikulat, pirogen.
d. Intravena profiling, ketika pesanan produk parentral diterima harus ditinjau profil pasien untuk menentukan adanya masalah kompatibilitas atau stabilitas sebelum penyimpanan produk.
3. Peralatan dan perlengkapan.
a. Laminar air flow hoods, untuk mempertahankan area agar bebas mikroorganisme dan bahan partikulat.
b. Lemari pendingin, pendingin diperlukan untuk stabilitas optimal sediaan, menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa sediaan intravena yang dibuat diserahkan pada bagian farmasi untuk didinginkan sampai akan dipakai.
c. Personal, dipengaruhi sistem pembuatan sediaan intravena dan jumlah pembuatan dosis individu.
d. Tempat penyimpanan, luasnya tergantung tipe sistem yang digunakan karena variasi luas ruang yang dibutuhkan untuk penyimpanan perbekalan perlu diperhatikan.
e. Pertimbangan ekonomi, tempat penyimpanan, personil, peralatan untuk peracikan berpengaruh besar pada anggaran belanja farmasi.
f. Sistem peracikan, dipilih yang hanya membutuhkan sedikit usaha pencampuran dengan menggunakan produk langsung pakai dari pabrik.
g. Sumber air, air untuk injeksi harus tersedia cukup, proses osmosis terbalik dan penggunaan alat destilasi dari kaca digunakan dalam pemurnian air.
Alternatif lain dengan menggunakan alat destilasi dari kaca. Resiko kontaminasi dari bakteri dapat dikontrol pada saat sterilisasi dengan otoklaf atau dengan filter bakteri. Untuk mengantisipasi adanya cemaran bakteri dan pirogen dilakukan oleh laboratorium lokal, seharusnya cairan IV tidak boleh diproduksi lokal.

2. Sediaan mata
Dalam pembuatan sediaan larutan mata yang harus diperhatikan adalah buffer, isotonisitas, pengawetan, sterilitas, viskositas dan pengemasan. Bahan pengemas, pH dan buffer harus dipertimbangkan dalam stabilitas sediaan. Pengawet yang digunakan umumnya adalah benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat atau nitrat. Kenaikan viskositas larutan mata memperlama kontak antara obat dengan jaringan mata. Larutan mata yang viskositasnya meningkat harus bebas dari partikel yang terlihat mata.
Larutan mata dapat disterilkan dengan melewatkan larutan dalam syringe melalui penyaring 0,22μm ke dalam wadah steril. Cara lain adalah dengan otoklaf. Penyaringan melalui membran filter 0,22 μm. Semua pekerjaan tersebut menggunakan teknik aseptik dalam laminar air flow yang dapat mengurangi kemungkinan kontaminasi partikel dan mikroba.
Cara-cara yang perlu diperhatikan untuk menghindari masalah dalam pembutan larutan parentral terutama di bagian farmasi rumah sakit antara lain :
1. Pengawasan farmasetika.
2. Pembersihan yang tepat.
3. Penyeleksian bahan kimia secara teliti.
4. Pembuatan destilat murni dan bebas pirogen.
5. Pengukuran yang akurat dari bahan kimia asli dan akhir.
6. Proses sterilisasi yang terkontrol dengan menggunakan termometer.
7. Pengisisan yang cepat dan tepat.
8. Pemeriksaan produk akhir.
Lembar Kerja Produksi
Lembar kerja ini merupakan data yang diperlukan untuk pembuatan dan pengemasan produk. Catatan kontrol yang baik harus memberikan informasi kepada farmasis di rumah sakit mengenai informasi setiap produk yang dibuat yaitu: nama, kekuatan, tanggal, formula, kandungan, pencampuran, orang yang bekerja pada tahap akhir, orang yang memeriksa bahan dan proses, nomor urut bahan, pengemasan dan kontrol laboratarium, hasil presentase, lama waktu pembuatan, bahan baku, biaya pengemasan, selain itu juga digunakan nomor penerimaan untuk bahan baku sebagai identifikasi wadah bahan baku.
Selain produk racikan harus dicatat dengan mencantumkan nomor lot, produk yang diberikan, nama produk, jumlah yang diproduksi, nama pasien atau klinik yang menerima produk, inisial pembuat, inisial pemeriksaan ulang produk.

Catatan Kontrol
Sistem perencanaan kontrol dimaksudkan untuk dapat memaksimalkan personel pendukung teknis pada proses pengemasan karena program QA (Quality Assurance) menjadi fokus. Setiap produk yang dikemas awal dicatat dalam lembar yang terpisah dan harus disimpan selama sejak data terakhir dimasukkan.
Catatan yang akurat dapat membantu pengelolaan pengeluaran sediaan dan dalam memantau proses pengemasan. Banyak jenis yang dapat dipakai untuk menyimpan catatan seperti buku, komputer dan lain-lain. Yang penting adalah informasi apa yang penting dicantumkan di dalamnya, meliputi:
1. Barang yang dikemas (nama obat, khasiat dan asalnya)
2. Pabrik pembuat
3. Nomor kontrol produk
4. Jumlah total unit
5. Ukuran untuk setiap unit
6. Identitas pelaksanaan pengemasan awal (mungkin hanya teknis)
7. Identitas pemeriksaan (hanya farmasi)
8. Jenis kemasan dan penutupnya
9. Tanggal pengemasan ulang
10. Nomor kontrol farmasi rumah sakit juga pabrik
Catatan harus disimpan untuk program pengawasan kembali termasuk catatan formulasi, catatan pengemasan kembali, dan catatan pengemasan kembali harian.
A. Catatan Formulasi
Data ini memberikan informasi bagi teknisi pengemasan kembali tentang tipe pengemasan, informasi pemberian label, stabilitas, peralatan yang digunakan, dan cara penanganan bahan-bahannya. Hal-hal yang tercantum dalam catatan formulasi adalah nama obat, kandungan zat aktif, bentuk sediaan, bentuk pengemasan, alat pengemasan, hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengemasan kembali, tanggal kadaluarsa dan label.
B. Catatan Pengemasan Kembali
Data yang ada pada catatan pengemasan kembali meliputi :
1. informasi tentang nama obat dan kandungan
2. tanggal pelaksanaan pengemasan
3. data asli pabrik: nama pabrik, nomor lot, tanggal kadaluarsa
4. data pelaksanaan pengemasan: nomor lot yang dicantumkan, tanggal kadaluarsa yang dicantumkan, jumlah yang dikemas
5. tanda tangan pelaksana pengemas dan pemeriksa
C. Catatan Harian dalam Pengemasan Kembali
Catatan ini berisi daftar laporan harian aktivitas pengemasan kembali. Catatan ini digunakan untuk mengetahui jalannya produksi suatu sistem tertentu dan harus berisi informasi :
1. obat / kandungan / bentuk kemasan kembali
2. nomor lot yang dicantumkan
3. jumlah kemasan
4. ekstemporer atau batch
5. petugas pengemasan kembali

D. Kontrol kualitas dan pengujian produk akhir
Tujuan program ini menghasilkan produksi yang terus menerus dalam kualitas yang baik untuk obat-obatan kemas kembali berdasarkan cara pembuatan obat yang baik.
Kontrol kualitas yang dilakukan dalam proses produksi, pengemasan kembali dan kelengkapan etiket dan label. Dalam proses produksi dan pengemasan kembali QC dilakukan pada saat :
1. In Process Control
Termasuk proses tertulis, pelatihan formal untuk operator dari masing-masing sistem pemilihan peralatan, evaluasi bentuk sampai pengemasan, mengecek ulang tahap kerja dalam setiap proses.
2. Uji Produk Akhir
Dilakukan untuk menentukan apakah produk memenuhi standar yang berlaku seperti sebelum dikemas kembali.
Contoh uji sterilitas pada produk steril dan uji permeabilitas uap air pada kemasan.

Pengecekan Ulang dan Pengemasan Kembali
Tujuannya memastikan kemasan dengan kualitas tinggi. Dapat dilakukan dengan cara:
1. pengecekan ulang terhadap produk yang dikemas untuk memastikan kebenaran obat dan bentuk sediaan juga bahwa produk belum kadaluarsa
2. pengecekan ulang terhadap volume diisikan untuk memastikan jumlah cairan sesuai dosis dan sesuai dengan kemasan
3. pengecekan ulang perhitungan yang mungkin diperlukan untuk rekonstitusi agar dicapai dosis tertentu
4. pengecekan ulang informasi yang tertera pada salinan label untuk memastikan label lengkap dan akurat.


DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Charles J. P. Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan. Jakarta: EGC. 2003.
Departemen Kesehatan. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta, Indonesia: DirJen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2004.

Sistem Satu Pintu

Sistem Pelayanan Satu Pintu
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Proses yang merupakan siklus kegiatan dimulai dari pemilihan, perencanaan, peng-adaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring, pengendalian, pelaporan dan evaluasi yg dilaksanakan Instalasi Farmasi RS

Tujuan pelayanan Kefarmasian satu pintu
1. Optimalisasi cakupan pelayanan obat gawat darurat, resep rawat jalan umum, rawat jalan Askes, rawat inap umum/Askes, obat operasi dan pelayanan obat masyarakat miskin.
2. Meminimalisasi pemberian obat yg tidak tepat waktu, dan meminimalisasi medication error.
3. Pasien safety
4. Peningkatan pelayanan asuhan kefarmasian.
5. Optimalisasi pendapatan farmasi sehingga pendapatan RS meningkat & kesejahteraan pegawai RS bertambah.
6. Sebagai salah satu sarana memperbaiki citra RS.

Dasar Hukum pelayanan Kefarmasian satu Pintu
- SK Menkes Nomor 085/Menkes/Per/I/1989 tentang Penulisan Obat Generik di Instansi Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah, pasal 6 ayat 1-3
- SK Dirjen Pelayanan Medis Nomor 0428/ Yanmed/RSKS/SK/1989 tentang Petunjuk Pelaksanaan SK Menkes Nomor 085/Men-kes/Per/I/1989 tentang Penulisan Obat Generik di Instansi Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah, Pasal 8 ayat 2-C pasal 9 ayat 1-4
- Persyaratan akreditasi pelayanan farmasi RS

Sistem Pelayanan satu Pintu
- Sistem dimana Instalasi Farmasi RS memiliki kewenangan penuh dalam pengelolaan perbekalan farmasi.
- Berkewajiban mengelola obat secara berdaya guna dan berhasil guna.
- IFRS diharuskan membuat prosedur perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemantauan obat yang digunakan di rumah sakit.
- IFRS bertanggung jawab terhadap obat yang beredar di RS.
- Berkewajiban melaksanakan pengendalian pelayanan dan pemantauan penggunaan obat di rumah sakit.
- Apabila dalam pendanaan pengadaan obat melibatkan pihak ke tiga, maka tata kerja dan teknis layanan kefarmasian harus di bawah koordinasi IFRS.
- SATU KEBIJAKAN (Kriteria pemilihan obat, penerapan sistem formularium).
- SATU SOP (Prosedur Instruksi kerja, pelayanan).
- SATU PENGAWASAN OPERASIONAL (Laporan rutin, money, koordinasi)
- SATU SISTEM INFORMASI (SIM, Informasi Logistik, Informasi Obat).

Proses pelaksanaan sistem pelayanan kefarmasian satu pintu
a. Pemahaman tentang tanggungjawab kepada pihak internal IFRS bahwa Instalasi farmasi bertanggung jawab atas semua obat yang beredar di rumah sakit.
b. Commitment Building : Memberikan yang terbaik untuk pelanggan, pelayanan bebas kesalahan (Zerro Defect), pelayanan bebas copy resep (terlayani semua di rumah sakit).
c. Membangun kekuatan internal RS terhadap pesaing farmasi dari luar dan mewujudkan keterikatan terhadap pelayanan farmasi RS dengan penyediaan dana gotong royong seluruh jajaran RS.
d. Pemberdayaan Panitia Farmasi dan Terapi
e. Penerapan sistem formularium RS
f. Penerapan satu SOP penulisan resep
g. Resep wajib dikirim ke IFRS untuk dilakukan skrining (dan validasi).
h. Penerapan SIM farmasi.

Penerapan Sisatu (sistem satu pintu) di RS
- Sisatu penuh ( IF RS secara penuh menyediakan penuh untuk keseluruhan pasien di RS.
- Sisatu parsial (terdapat unit penyedia obat lain di RS dengan koordinasi Instalasi Farmasi).

Sistem formularium dipatuhi oleh semua pihak termasuk apotek pelengkap.Apotek pelengkap di beri area pelayanan farmasi yang jelas sehingga tidak menggangu penyediaan di IFRS.Resep dilakukan scrining oleh IFRS.Satu SOP pelayanan farmasi.

Farmasi Rumah Sakit part 1


I. LATAR BELAKANG
Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan. Guna melaksanakan tugasnya rumah sakit mempunyai berbagai fungsi yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan nonmedik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, pengembangan serta administrasi umum dan keuangan.
Sesuai dengan SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi pada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut.
Instalasi farmasi rumah sakit mempunyai tujuan, tugas dan fungsi yang telah ditetapkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh IFRS adalah memberi manfaat kepada pasien, rumah sakit dan sejawat profesi kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain IFRS memberikan pelayanan yang terbaik untuk pasien, pelayanan bebas kesalahan (zero defect) dan pelayanan bebas copy resep (semua resep terlayani di rumah sakit).
Permasalahan yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah menyangkut pelayanan bebas copy resep sehingga cakupan pelayanan resep rawat inap dapat mencapai 100% yang artinya semua resep dapat terlayani di rumah sakit.
Fakta di lapangan pasien tidak mengambil obat di IFRS karena obat yang ditulis dokter tidak tersedia di IFRS ( dapat disebabkan karena obat tersebut tidak tercantum dalam formularium atau karena persediaan obat kosong sebagai dampak dari perencanaan obat yang kurang baik) dan karena sistem distribusi obat yang memungkinkan pasien dapat mengambil obat di tempat lain.
Semua resep untuk pasien rawat inap hendaknya dapat dilayani seluruhnya oleh IFRS agar pasien dapat memperoleh obat dengan cepat, tepat dan mutu obat yang terjamin, agar IFRS dapat memaksimalkan pendapatan bagi rumah sakit.
Oleh karena itu agar dapat meningkatkan pelayanan terhadap pasien dan meningkatkan kepuasan pasien, memaksimalkan pendapatan rumah sakit dari IFRS serta untuk meningkatkan citra rumah sakit di masyarakat maka perlu dilakukan upaya-upaya agar cakupan pelayanan resep pasien rawat inap dapat mencapai 100%.

II. DASAR TEORI

A. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang komplek, menggunakan alat ilmiah khusus dan rumit dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. (Siregar, 2004)
Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 806b/Menkes/SK/XII/1987, tentang klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta, yaitu :
1. Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokkan rumah sakit berdasarkan perbedaan bertingkat dan kemampuan pelayanannya.
2. Rumah sakit umum swasta adalah rumah sakit umum yang diselenggarakan oleh pihak swasta.
3. klasifikasi rumah sakit umum swasta adalah :
a. Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, yang memberikan pelayanan medik yang bersifat umum.
b. Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam 4 (empat) cabang
c. Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik dan subspesialistik


B. Sistem Formularium
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah sekelompok penasehat dari staf medik dan bertindak sebagai garis komunikasi organisasi antara staf medik dan IFRS. Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberi kemudahan dalam pengadaan sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada obat yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang tepat bagi pengobatan penderita tertentu.
Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai, dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Hasil utama dari pelaksanaan sistem formularium adalah formularium rumah sakit. Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting tentang penggunaan obat tersebut serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut yang terus-menerus direvisi agar selalu akomodatif bagi kepentingan penderita dan staf profesional kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf medik rumah sakit tersebut.
Suatu sistem formularium yang dikelola dengan baik mempunyai tiga kegunaan yang memberikan tiga manfaat untuk rumah sakit, yaitu :
1. Untuk membantu meyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit.
2. Sebagai bahan edukasi bagi staf tentang terapi yang tepat.
3. Memberi rasio biaya-manfaat tertinggi, bukan hanya pengurangan harga.
Ada tiga unsur kunci yang penting untuk mengadakan dan memelihara suatu formularium yang dapat dipercaya yaitu :
1. Suatu hubungan kerja kolaboratif diantara profesional pelayanan kesehatan di rumah sakit.
2. Staf medik yang ditetapkan yang berpraktek dalam rumah sakit.
3. PFT yang antardisiplin sebagai panitia staf medik.


C. Pelayanan Farmasi Satu Pintu
Pelayanan farmasi satu pintu adalah suatu sistem dimana dalam pelayanan kefarmasian itu sendiri menggunakan satu kebijakan, satu standar operasional (SOP), satu pengawasan operasional dan satu sistem informasi. Sistem pelayanan farmasi satu pintu :
1. Instalasi farmasi bertanggung jawab atas semua obat yang beredar di rumah sakit.
2. Commitment building : memberikan pelayanan yang terbaik untuk pelanggan, pelayanan bebas kesalahan ( zerro defect ), pelayanan bebas copy resep atau semua resep terlayani di rumah sakit.
3. Membangun kekuatan internal rumah sakit terhadap pesaing farmasi dari luar dan mewujudkan keterikatan terhadap pelayanan farmasi RS dengan penyediaan dana gotong royong seluruh jajaran RS.
4. Mewadahi keterikatan tersebut dalam kepemilikan apotek pelengkap.
5. Memberikan kesejahteraan internal melalui jasa pelayanan farmasi dan keuntungan apotek pelengkap.
6. Penerapan sistem formularium RS.
7. Penerapan satu SOP penulisan resep.
8. Penerapan distribusi obat satu pintu.
9. Penerapan skrining resep oleh farmasis.
10. Penyediaan apotek pelengkap mengikuti formularium RS dan berkoordinasi dengan instalasi farmasi.
11. Penerapan SIM farmasi.

Tujuan dari pelayanan farmasi satu pintu adalah untuk meningkatkan pelayanan farmasi di RS sehingga dapat memenuhi kebutuhan yang ditetapkan, memuaskan harapan konsumen, sesuai dengan standar yang berlaku, tersedia pada harga yang kompetitif dan memberi manfaat bagi RS.
Keuntungan pelayanan farmasi satu pintu yaitu :
1. Memudahkan monitoring obat
2. Dapat mengetahui kebutuhan obat secara menyeluruh sehingga memudahkan perencanaan obat.
3. Menjamin mutu obat yang tersedia sesuai persyaratan kefarmasian.
4. Dapat dilaksanakannya pelayanan obat dengan sistem unit dose ke semua ruang rawat.
5. Dapat dilaksanakan pelayanan informasi obat dan konseling obat baik bagi pasien rawat jalan maupun rawat inap.
6. Dapat dilaksanakan monitoring efek samping obat oleh panitia dan terapi.
7. Dapat melakukan pengkajian penggunaan obat di RS, baik obat generik, obat formularium, obat Askes dan lain-lain sesuai dengan program IFRS serta PFT.


D. Sistem Distribusi obat untuk penderita rawat inap
Suatu sistem distribusi obat yang efisien dan efektif sangat tergantung pada desain sistem dan pengelolaan yang baik. Suatu sistem distribusi obat yang didesain dan dikelola baik harus dapat mencapai berbagai hal sebagai berikut :
1. Ketersediaan obat yang tetap terpelihara.
2. Mutu dan kondisi obat/sediaan obat tetap stabil dalam seluruh proses distribusi.
3. Kesalahan obat minimal dan memberi keamanan maksimum pada penderita.
4. Obat yang rusak dan kadaluwarsa sangat minimal.
5. Efisiensi dalam penggunaan sumber terutama personel.
6. Pencurian dan/atau hilang dapat minimal.
7. IFRS mempunyai akses dalam semua tahap proses distribusi untuk pengendalian, pemantauan dan penerapan pelayanan farmasi klinik.
8. Terjadinya interaksi profesional dokter-apoteker-penderita-perawat.
9. Pemborosan dan penyalahgunaan obat minimal.
10. Harga terkendali.
11. Peningkatan penggunaan obat rasional

Pada dasarnya ada empat jenis sistem distribusi obat untuk penderita rawat tinggal yaitu :

1. Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi dan/atau desentralisasi
Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat oleh IFRS sentral oleh sesuai dengan yang ditulis pada resep atas nama pasien rawat tinggal tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut.


Keuntungan sistem distribusi obat resep individual, yaitu :
a. Semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga memberikan informasi pada perawat berkaitan dengan obat penderita.
b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-dokter-perawat dan penderita.
c. Mempermudah penagihan biaya obat penderita.
d. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan.
Kerugian :
a. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai pada penderita.
b. Jumlah kebutuhan personel di IFRS meningkat.
c. Memerlukan jumlah perawat dan waktu lebih banyak untuk penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat.
d. Terjadi kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan konsumsi.
Sistem distribusi obat individual desentralisasi adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat oleh IFRS desentralisasi sesuai dengan yang ditulis pada resep atas nama pasien rawat tinggal tertentu melalui perawat ke ruang penderita tersebut. IFRS desentralisasi adalah IFRS cabang yang berlokasi di daerah perawatan penderita di suatu rumah sakit, tempat personel IFRS bekerja memberikan pelayanan klinik dan nonklinik.

2. Sistem distribusi obat persediaan lengkap diruang
Sistem distribusi obat persediaan lengkap diruang adalah tatanan kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil dosis/unit dari wadah persediaan yang diberikan kepada penderita di ruangan itu.
Keuntungan :
a. Obat yang diperlukan segera tersedia bagi penderita.
b. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS.
c. Pengurangan penyalinan kembali order obat.
d. Pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan.
Kerugian :
a. Kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker.
b. Persediaan obat di unit perawat meningkat dengan fasilitas ruangan yang sangat terbatas.
c. Pencurian obat meningkat.
d. Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat.
e. Penambahan modal infestasi untuk menyediakan fasilitas penyimpanan.
f. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
g. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat.
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan di ruang
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini selain menerapkan sistem distribusi resep individual sentralisasi juga menerapkan distribusi persediaan di ruangan yang terbatas. Jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan (daerah penderita) diteatapkan oleh PFT dengan masukan dari IFRS dan dari pelayanan keperawatan. Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk mengurangi beban kerja IFRS. Obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan oleh penderita, setiap hari diperlukan dan biasanya adalah obat yang harganyarelatif murah, mencakup obar resep atau obat bebas.
Keuntungan :
a. Semua resep individual dikaji langsung oleh apoteker.
b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker-dokter-perawat-penderita.
c. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di ruang)
d. Beban IFRS dapat berkurang
Kekurangan :
a. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai ke penderita (obat resep individual)
b. Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruang)

4. Sistem distribusi obat dosis unit
Sistem distribusi obat unit dosis adalah metode dispensing dan pengendalian obat yang dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unut dapat berbeda dalam bentuk tergantung pada kebutuhan khusus rumah sakit, akan tetapi unsur berikut adalah dasar dari sistem dosis unit yaitu obat dikandung dalam kemasan unit tunggal, di dispensing dalam bentuk siap dikonsumsi, dan untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, dihantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan penderita pada setiap waktu.
Keuntungan :
a. Penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam sehari dan penderita membayar hanya obat yang dikonsumsinya saja.
b. Semua dosis yang diperlukan pada unut perawat telah disiapkan oleh IFRS, jadi perawat mempunyai waktu lebih banyak untuk perawatan langsung penderita.
c. Adanya sistem pemeriksaan ganda, sehingga mengurangi kesalahan.
d. Peniadaan duplikasi order obat yang berlebih
e. Pengurangan kerugian biaya yang tidak terbayar oleh penderita.
f. Penyediaan sediaan intravena dan rekonstitusi obat oleh IFRS.
g. Meningkatkan penggunaan personal profesional dan nonprofesional yang lebih efisien.
h. Menghemat ruangan di unit perawat dengan meniadakan persediaan ruah obat-obatan.
i. Meniadakan pencurian dan pemborosan obat.
j. Mengurangi kesalahan obat.
k. Apoteker dapat datang ke unit perawat untuk melakukan konsultasi obat.
l. Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh


III. DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2004, Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/MenKes/SK/X/2004
Siregar, CJP., Amalia, L., 2003, Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan, EGC, Jakarta

DVD Review: THE ALCOVE (Severin)



Set during the years of Italy’s ill-fated imperial drive into East Africa, Joe D’Amato’s ultrasleazy THE ALCOVE plays deeply on disturbing master-slave dynamics of that era for its particular brand of kink. Al Cliver (DEVIL HUNTER) plays an aristocrat returning from the front with one impressive spoil of war, an Abyssinian princess played by legendary Eurosex goddess Laura Gemser. He returns home to a domestic situation already brimming with erotic confusion as his wife, Allessandra ( BEING TWENTY’s Lili Carati) has begun an affair with the secretary (LAURE’s Annie Belle ) hired to aid him in writing his war-time memoirs. The addition of Gemser to this hothouse of potentially dangerous sensuality causes the whole thing to boil over. Soon, Belle and Cliver are out of favor with the wife, who has succumbed to the savage charms of the African slave-queen. Throw in a leering brute of a gardener (spaghetti western and Poliziotteschi vet Nello Pazzafini) to the volatile mix and you know events are bound to end with the usual violence and rape. Tables are turned, dynamics are reversed, and reversed again, and the film ends with an actually somewhat shocking, fiery conclusion.

The film is enflamed with political incorrectness as an aid to its erotic aims. There are several references to Gemser as nothing more than an animal, which seems to be a driving factor in the film’s view of her sensual allure, for both the characters and the intended audience. The racist implications of Italy’s African colonial adventure are played out in an almost satirical manner in this porno/chamber drama, serving needs both lascivious and political. The shifting power dynamics both cultivate and expose racist attitudes in what is ultimately a rather confusing mish-mash of intentions. Gemser gains the upper hand over all the other characters in the film, revealing herself to be the most powerful and headstrong in the ensemble. The climax of the film has Gemser orchestrating a filmed rape of Belle by Pazzafini and Carati in a nun’s habit. With this humiliation Gemser enacts a cultural revenge for her own violation at the hands of Cliver. But there is yet another reversal of fortunes which serves to only re-emphasize the racial status quo of the time period.

But still, with all that, THE ALCOVE is great Eurotrash entertainment. Gemser is a powerful presence throughout, and her performance carries the dramatic thrust of the film. But even she possibly couldn’t have saved this from being a dreary and/or completely offensive movie without the deft cinemagraphic hand of Director D’Amato. His beautiful compositions and lighting give THE ALVOVE a classy sumptuousness it almost certainly does not deserve. And then of course there’s just the ironic thrill of the offensiveness itself. There is no way in hell a movie like this could be made anywhere in the world today, making it a unique artifact. If you’re of the right mindset, and most readers of this blog probably are, the constant non-p.c. sleaze on display will make you light up like Christmas. I had never seen this one before this fine DVD, and it only deepens my appreciation for Joe D’Amato as both a cinematic craftsman of a high order and as filmic pimp and conman, letting you peep in on a world you’d never want to live in but might just be very curious about nonetheless.

Severin’s DVD looks pretty good. It’s flagged for progressive playback, it’s anamorphic, roughly the correct aspect ratio and the colors are strong. There’s a constant high level of grain throughout, betraying the low-budget origins of the movie which the otherwise beautiful cinematography might hide. It is a little on the soft side, but that just may be the style of the film, sort of dreamy, hot and hazy. There is some film damage near the end of the movie, but this is never distracting, and only reinforces the grindhouse-y nature of the whole spectacle. An old battered trailer, likely sourced from a VHS is included as an extra along with a short but interesting video interview with D’Amato. Done in the mid-1990s, when ole Joe was still among the living, it covers mostly his Emanuelle movies with Gemser. While it isn’t groundbreaking, you’ve probably heard most of this stuff before, it’s great for this obscure footage to finally get an airing. D’Amato is a director who greatest auteurial fame has been posthumous so any thing with expressing his own views on his work is of high value to his many late-arriving fans. All in all, a fine presentation of a great, if outright offensive, European cult sex film and highly recommended to all readers of this blog.

The Twisted Path of R1 DVD!

Here's a quick rundown of some upcoming R1 DVDs of interest to Worldweirdians. All dates are subject to change, perhaps even likely to change. Images are copped from dvdaf.com as always.

BATTLE GIRL: LIVING DEAD IN TOKYO BAY (Synapse) coming 02-23-10


BEHIND CONVENT WALLS (Cult Epics) coming 03-30-10


BUSHIDO: CRUEL CODE OF THE SAMURAI (AnimEigo) coming 02-09-10


DEATH JOURNEY (Code Red) coming 03-16-10


FERNANDO ARRABAL COLLECTION VOL. 2 (Cult Epics) coming 02-23-10


GIRLY (Scorpion) coming 3-30-10


INTERNECINE PROJECT (Scorpion) coming 02-23-10


MEAN JOHHNY BARROWS (Code Red) coming 03-16-10


PORNO (Impulse) coming 04-27-10


POWER PLAY (Scorpion) coming 02-23-10


SADIST WITH RED TEETH/FORBIDDEN PARIS (Mondo Macabro) coming 03-30-10


SAYURI ICHIRO: FOLLOWING DESIRE (Kimstim/Kino) coming 03-23-10


SCREAM (Code Red/Shriek Show) coming 02-23-10


SWEET TEEN (Mya) coming 04-27-10


TAXI HUNTER (Eastern Star) coming 02-23-10


TWISTED PATH OF LOVE (Kimstim/Kino) coming 03-23-10


WITHOUT TRACE (Mya) coming 04-27-10


YAKUZA JUSTICE: EROTIC CODE OF HONOR (Kimstim/Kino) coming 03-23-10


More good Worldweird stuff to come, including reviews of Severin's new D'Amato sleazefest THE ALCOVE and Onar's latest essential Turkish cult release ALTIN COCUCK! Stay tuned for those as well as more reviews of extremely obscure foreign cult goodies!